Beberapa pekan lalu, saya bersama teman-teman bercengkerama sebentar di kedai kopi. Tanpa diduga di tempat itu kami bersua salah satu senior organisasi kemahasiswaan yang dulunya sangat dikagumi dan menjadi panutan bagi para yuniornya. Dia adalah pribadi yang supel, riang, penuh semangat sekaligus pekerja keras. Dia berprestasi sebagai mahasiswa sekaligus aktif dan kreatif dalam membangun organisasi kemahasiswaan. Dia adalah Agus Suherman, pria kelahiran Tulangbawang, Lampung, 3 Agustus 1976.
Saya tak kaget ketika mendengar dia meraih gelar doktor di bidang Teknologi Kelautan dari IPB, Bogor (2007). Dengan kemampuan intelegensia yang mumpuni dan kesungguhannya menjalani setiap peran dan tugas, dia sangat layak meraih gelar tersebut di usia muda. Pilihannya untuk kembali ke almamater, Universitas Diponegoro, dan berkarir sebagai akademisi pun layak diapresiasi. Ketekunan dan kepakaran dalam spesialisasi ilmu yang didalami kemudian mengantar Agus menjadi Kepala Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Undip (2008-2010).
Kesuksesannya dalam karir akademis sebenarnya belum secemerlang potensi yang dimilikinya. Ada potensi lain pada diri Agus yang sebenarnya membutuhkan ruang implementasi lebih luas. Potensi tersebut layaknya intan yang tertimbun lumpur jika ruang geraknya hanya berbatas dinding-dinding ruang kampus. Bakat dan skill kepemimpinan yang telah terbentuk dalam dirinya dan dilihat para rekan maupun yuniornya, itulah potensi besar Agus yang pantas mendapat apresiasi lebih besar.
Potensi leadership yang disertai pemahaman keilmuan Agus ternyata ditangkap oleh Mustafa Abubakar, Menteri BUMN saat itu. Mustafa menarik Agus untuk membantunya dalam membenahi kementerian maupun dalam menjabarkan berbagai program khusus yang dirancang. Kepercayaan semakin besar diperoleh Agus di masa kepemimpinan Dahlan Iskan. Salah satu jabatan yang diemban Agus adalah Kepala Bagian Program Pembinaan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN. Dari posisi tersebut, dia tercatat sukses dalam program pemberdayaan warga pesisir dan perkampungan nelayan, termasuk di Kepulauan Seribu beberapa tahun silam. Itulah kabar terakhir yang saya dengar tentang kiprah sang senior, hingga pertemuan tak terduga di kedai kopi itu.
Saya kaget sekaligus gembira ketika mendengar dia telah mendapat ruang pengembangan potensi diri yang lebih besar. Posisinya saat ini adalah Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo), BUMN di bidang perikanan. Perindo bukan salah satu BUMN mentereng sebagaimana Pertamina, Telkom, Jamsostek, Antam, dll. Perindo sebelumnya juga memiliki kinerja yang jauh dari cemerlang, minim prestasi dan sorotan masyarakat. Tak heran bila pergantian pucuk pimpinan di Perindo pun tidak menjadi perhatian penting publik.
Pertemuan tersebut kami manfaatkan untuk bertukar cerita, termasuk suka-duka dan sepak terjang Agus di posisi barunya. Agus menuturkan, pada periode 2012 hingga awal 2013 kondisi Perindo tengah dalam tekanan krisis. Perindo laiknya perahu nelayan yang tengah terpaan badai. Sinyal negatif tersebut ditangkap oleh Dahlan Iskan. Perlu seseorang dengan kemampuan manajerial yang bagus, risk-taker sekaligus visioner untuk menormalkan kinerja Perindo. Pilihan Dahlan untuk menghadirkan penyelamat BUMN yang berkantor pusat di Muara Baru, Jakarta Utara itu jatuh pada Agus. Dia kemudian dilantik menjadi Dirut Perindo pada 18 Februari 2013.
“Langkah pertama yang saya lakukan adalah mencoba mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi perusahaan dan mendefinisikan akar permasalahan dari tiap masalah,” ungkap Agus. Problem yang dihadapi ternyata sangat banyak. Sejumlah aset perusahaan yang telah tergadaikan dan beralih ke pihak swasta adalah salah satu solusi instan yang diambil manajemen sebelum dan menyebabkan kondisi perusahaan kolaps. Alat-alat produksi pendukung operasional perusahaan tak pernah direvitalisasi juga menjadi salah satu problem yang harus diselesaikan. Belum lagi dari sisi SDM, spirit kerja minimal yang sulit mendongkrak kinerja perusahaan.
Agus membuktikan bahwa pilihan Dahlan tepat. Dia hadir sebagai penyelamat BUMN perikanan tersebut sekaligus menghadirkan perubahan pada etos kerja manajemen perusahaan. Dalam delapan bulan bertugas, perubahan besar telah terasa. Proyeksi keuntungan sebesar Rp 2 miliar pada 2013 telah terlampaui ratusan persen pada Oktober tahun yang sama. Saat itu keuntungan perusahaan yang awalnya bernama Perum Prasarana Perikanan Samudra (PPS) telah mencapai Rp 10 miliar. Peningkatan laba bersih yang terjadi pada tahun tersebut mencapai 500 persen. Yang terpenting, dia kembali bisa membangun asa para pegawai dan mengarahkan mereka untuk membangun kultur kerja baru.
Di akhir pertemuan, pria bersahaja yang masih aktif membangun komunikasi dengan para yunior ini kemudian mengajak saya untuk berkunjung ke kantornya. Bagaimana efek pembaharuan yang dihadirkan serta sepak terjangnya di Perindo akan dikisahkan dalam artikel selanjutnya. (Suara Perubahan)
0 comments:
Post a Comment